Kekecewaan masyarakat akibat perilaku
politik yang ditunjukkan para pemimpin baik di lembaga eksekutif maupun
di lembaga legislatif sudah sangat mengerikan, tidak pernah luput dari
pemberitaan media tentang kejadian-kejadian mereka yang merugikan dan
membuat kecewa masyarakat. Dan yang paling mengerikan adalah wabah
korupsi yang kian menggila sampai pada lembaga yang seharusnya
menegakkan supermasi hukum di Indonesia. Pengamat Indonesia dari
Northwestern University (Amerika Serikat), Jeffrey A. Winters
menyebutkan bahwa demokrasi berjalan dengan amat maju di Indonesia.
Indonesia adalah negeri paling demokratis di Asia Tenggara. Tapi menurut
Winters kemajuan demokrasi itu tak disertai dengan tegaknya hukum.
Akibatnya korupsi merajalela dan menyebarkan rasa ketidak-adilan yang
meluas di kalangan rakyat. Apakah hal ini adalah kesalahan generasi yang
saat ini mempimpin? Tentunya kita tidak mendikotomi hal tersebut! Sebut
saja banyak tokoh-tokoh politik muda yang justru terlibat kasus korupsi
dan terjerat pada praktek dinasti politik. Namun saya berpikir harus
secepatnya generasi muda mengambil alih tampuk kepemimpinan, dan kaum
terdahulu menjadi mentor yang baik untuk melanjutkan perjuangannya yang
didasari kepentingan bangsa dan negara. Dan kaum muda yang bermasalah,
sudah seharusnyalah sadar diri untuk tidak lagi melibatkan diri yang
hanya akan mempersulit recovery atau perbaikan negara dan pemerintahan ke arah yang lebih baik.
Memang seharusnya kita tidak
membicarakan banyak hal tentang keburukan dan kelemahan orang lain,
karena sesungguhnya di setiap manusia itu selalu ada kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Namun kita tetap harus belajar dari
pengalaman, bahwa tidak akan berubah suatu kaum apabila kaum tersebut
tidak mau merubahnya sendiri. Kebersamaan antar satu kaum yaitu seluruh
bangsa Indonesia seharusnya diperkuat, bahwa kita sekarang ini perlu
membuat percepatan dalam perubahan Indonesia yang lebih baik. Sehingga
diperlukan kesadaran dan kerelaan yang tinggi dari saudara-saudara kita
yang memiliki agenda yang hanya mementingkan kepentingannya sendiri dan
kelompoknya.
Kita harus sadar pula bahwa saat ini
Bangsa Indonesia sedang dalam pengamatan suatu kaum yang menginginkan
Indonesia tidak memiliki kekuatan untuk maju, mereka berupaya membuat
bangsa ini bodoh, bangsa ini menjadi sapi perahan mereka, bangsa ini
akan terus dihalangi oleh berbagai strategi yang akhirnya memecah belah
bangsa. Para pendiri bangsa ini sudah sejak lama memikirkan dan
mengkhawatirkan keadaan tersebut, mereka akan sedih apabila bangsa ini
hancur dan kehilangan generasi penerus yang paham terhadap konsep
bangsa. Tentunya para kawula muda yang jiwanya masih berhembus rasa
kebangsaan harus bersatu-padu dan bahu-membahu menciptakan kondisi agar
muncul tokoh-tokoh baru yang tidak sekedar populer karena media, tapi
yang lebih penting adalah mereka bebas kepentingan dan semata-mata
berharap ridho Tuhan dalam membuat bangsa ini lebih baik.
Jati diri bangsa bukan sekedar slogan
yang harus diingat saja, tetapi harus dapat dipahami secara arif dan
bijaksana. Kita harus memahami sepenuh hati dan segenap jiwa agar
terhindar dari sekedar alat politik semata. Masih banyak sebenarnya
diantara masyarakat kita kaum yang mumpuni dalam memahami jati diri
bangsa dan mereka sementara ini berdiam diri dan tidak mau menyombongkan
diri untuk sekedar berbicara atau cari perhatian. Mereka memegang teguh
pondasi yang diamanatkan dari kaum sebelumnya, untuk nanti saatnya
berbuat sesuai dengan kemampuan dan tugasnya masing-masing.
Beberapa hasil diskusi dan mempelajari
penomena ke depan, bahwa bangsa Indonesia sebenarnya cukup mampu menjadi
bangsa yang besar dan disegani oleh bangsa-bangsa lain. Dan semua itu
mengarah kepada dinanti-nantikannya kemunculan pemimpin yang memiliki
konsep kepemimpinan baru dari kalangan generasi muda. Paling tidak, ada
tiga karakter pemimpin yang diharapkan masyarakat:
Pertama, Perencana. Masyarakat
membutuhkan sosok pemimpin yang memiliki kapasitas intelektual memadai
dan menguasai kondisi makro nasional dari berbagai aspek, sehingga dapat
menjaga visi perubahan yang dicitakan bersama. Kemampuan melakukan
implementasi strategi yang didasari pada konsep strategis dalam
merencanakan setiap langkah yang sesuai dengan visi misi perubahan yang
berlandaskan pada filosofi terbentuknya Bangsa Indonesia.
Kedua, Pelayanan. Masyarakat rindu figur
pemimpin yang seorang pekerja tekun dan taat pada proses perencanaan
yang sudah disepakati sebagai konsensus nasional, menguasai detil
masalah kunci kebangsaan dan mampu melibatkan semua elemen yang kompeten
dalam tim kerja yang solid. Sesungguhnya setiap orang yang masuk pada
lembaga-lembaga negara tersebut adalah sebagai pelayan masyarakat, bukan
orang yang gila kekuasaan dan kehormatan.
Ketiga, Pembina. Masyarakat berharap
pemimpin menjadi tonggak pemikiran yang kokoh dan menjadi rujukan semua
pihak dalam pemecahan masalah bangsa, yang setia dengan nilai-nilai
dasar bangsa dan menjadi teladan bagi kehidupan masyarakat secara
konprehensif. Kita tidak boleh terombang-ambing dalam scenario asing
yang mengganggu kedaulatan dan jati diri bangsa. Pemimpin harus dapat
membangkitkan semangat rakyatnya untuk bersama-sama keluar dari berbagai
permasalahan bangsa.
Untuk menumbuhkan tipe kepemimpinan baru tersebut, dibutuhkan sebuah proses belajar yang berkelanjutan (sustainable learning process)
dalam berbagai dimensi. Pertama, dimensi belajar untuk
menginternalisasi dan mempraktikan nilai-nilai baru yang sangat
dibutuhkan bagi perubahan kondisi bangsa sehingga membentuk karakter dan
pola perilaku yang positif sebagai penggerak perubahan. Kedua, belajar
untuk menyaring dan menolak nilai-nilai buruk yang diwarisi dari sejarah
lama maupun yang datang dari dunia kontemporer agar tetap terjaga
karakter yang otentik dan perilaku yang genuine. Ketiga, belajar
untuk menggali dan menemukan serta merevitalisasi nilai-nilai lama yang
masih tetap relevan dengan tantangan masa kini, bahkan menjadi nilai
dasar bagi pengembangan masa depan.
Namun kepemimpinan baru bukanlah proyek trial and error.
Melainkan upaya pengembangan potensi dengan dihadapkan pada kenyataan
aktual. Krisis ekonomi-politik yang masih terus berlanjut menuntut tokoh
yang kompeten di bidangnya dan memiliki visi yang jauh untuk
menyelamatkan bangsa dari keterpurukan. Bencana alam dan sosial yang
terjadi silih berganti menegaskan perlu hadir tokoh yang peka dan cepat
tanggap terhadap penderitaan rakyat serta berempati dengan nasib
mayoritas korban. Ketiga, tantangan lintas negara di era informasi
membutuhkan urgen kesadaran akan masalah-masalah dunia yang mempengaruhi
kondisi nasional dan jaringan yang luas dalam memanfaatkan sumber daya.
Keempat, goncangan dalam kehidupan pribadi dan sosial mensyaratkan
adanya kemantapan emosional dan spiritual dari setiap pemimpin dalam
mengatasi problema diri, keluarga, dan bangsanya. Tipe pemimpin baru
seperti ini bukan hanya dibutuhkan segera di pentas nasional. Tapi, juga
di tingkat lokal. Karena itu, bangsa ini membutuhkan secara masif
proses yang outputnya bisa diuji di tingkat regional bahkan global.
Indonesia tidak mungkin memainkan peranan di arena antar bangsa tanpa
anak-anak bangsa yang memiliki kualitas kepemimpinan yang mumpuni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar