Baik dan buruknya dampak dari kemampuan
para pemimpin merupakan satu hal yang mau tidak mau kita harus terima,
kadang jauh panggang dari api, dan terkadang melampauai standar harapan
kita. Proses terpilihkan pemimpin dengan cara apapun adalah sebuah hal
yang harus dipahami sebagai bagian proses perkembangan hidup dan
kemajuan pengetahuan manusia. Namun adakah campur tangan Tuhan dalam
proses terpilihnya seorang pemimpin, tentu semua yang terpilih maupun
tidak terpilih jika mereka memiliki agama dan kepercayaan akan berdo’a
dengan sungguh-sungguh agar harapannya tercapai. Diantara itulah godaan
syaitan akan sangat nyata membuyarkan pemahaman dan pengetahuan manusia
untuk memilih atau pun berharap menjadi pemimpin, sehingga sadar atau
tidak sadar kita akan memilih dan dipilih berdasarkan nafsu dan
keserakahan.
Mudah bagi Tuhan dalam memutarbalikan
semua isi hati manusia, namun manusia diberikan kesempatan untuk belajar
dari berbagai kejadian bagaimana proses pemilihan atau mendapatkan
seorang pemimpin. Apakah sesungguhnya Tuhan sudah memberikan petunjuk
dan garis dalam memilih dan menentukan seorang pemimpin dalam suatu
kaum? Banyak ajaran, filsafah, literatur dari berbagai kajian disiplin
ilmu dan keagamaan memberikan gambaran bagaimana cara dan proses
menentukan seorang pemimpin. Tentunya semua itu akan dipengaruhi oleh
dimensi waktu dan tempat serta perkembangan pengetahuan masyarakatnya.
Kita tidak bisa menjastifikasi bahwa itu benar atau salah, namun kadang
manusia sendiri yang menjastifikasi kebenaran dan kesalahan menurut
teori dan pandangannya.
Sekarang apakah kita harus mengabaikan
petunjuk Tuhan dalam memilih seorang pemimpin negara? Dan mendasari
kebenaran dengan sebuah teori dari metodologi berpikir manusia dalam
mencari kebenaran yaitu percaya pada petunjuk hasil elektabilitas? Jika
sebuah kesalahan selalu dinamakan kebenaran secara berulang-ulang, maka
masyarakat akan memahaminya menjadi sebuah kebenaran, padahal yang salah
adalah salah dan yang benar adalah benar.
Saat ini banyak masyarakat seakan
terpesona oleh kebenaran yang selalu didengungkan oleh hasil survey dan
sebuah pendapat yang dipublikasikan yang seolah-olah itu adalah hasil
akhir yang harus dipatuhi dan di-amini. Sungguh ironis, disinilah
kepintaran dan kecerdasan serta kepandaian manusia diuji, apakah percaya
pada hasil olah pikir manusia atau petunjuk Tuhan? Tentunya kita harus
hati-hati dan jangan mudah percaya pada teori dan pemikiran manusia yang
kadang menjerumuskan dan diselimuti hawa nafsu, sehingga mereka tidak
melihat kesalahannya sendiri. Semut diseberang lautan jelas kelihatan
tapi gajah dipelupuk mata tidak kelihatan.
Kemanakah para cendekia yang waro dan mursyid
yang hatinya selalu dekat dengan Tuhan? Apakah mereka sudah tidak lagi
peduli dengan serangkaian keserakahan manusia dan mereka berdiam diri?
Apakah sekarang sudah terpisah antara ulama dengan umaro? Atau para
ulama sudah dipengaruhi oleh umaro? Sehingga keilmuan dan kharisma-nya
luntur dan meleleh karena keangkaramurkaan sekelompok orang yang
menghalalkan segala macam cara untuk mendapatkan kedudukan dan jabatan.
Sesungguhnya kalian nanti akan sangat
berambisi terhadap kepemimpinan, padahal kelak dihari kiamat, ia akan
menjadi penyesalan (H.R. Bukhari).
Rasullullah bersabda kepada Abdurrahman
bin Samurah Radhiyallahu’anhu, ”Wahai Abdul Rahman bin samurah!
Janganlah kamu meminta untuk menjadi pemimpin. Sesungguhnya jika
kepemimpinan diberikan kepada kamu karena permintaan, maka kamu akan
memikul tanggung jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan
kepada kamu bukan karena permintaan, maka kamu akan dibantu untuk
menanggungnya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Seorang rakyat yang memberikan hadiah
kepada seorang pemimpin pasti mempunyai maksud tersembunyi, entah ingin
mendekati atau mengambil hati. Oleh karena itu, hendaklah seorang
pemimpin menolak pemberian hadiah dari rakyatnya. Rasulullah bersabda,
”Pemberian hadiah kepada pemimpin adalah pengkhianatan.” (Riwayat
Thabrani).
Demikian pula dengan seorang calon
pemimpin yang memberikan sesuatu kepada seseorang yang memiliki maksud
tertentu, dengan cara-cara transaksional bahkan dengan lembut mengambil
hatinya, berarti sudah memiliki pamrih dan tentunya melawan sunah Rosul.
Kegalauan hati baik para calon pemimpin dan masyarakat dalam menentukan
pilihannya akan sangat menjadi, yang akhirnya akan mencari jalannya
sendiri dan kebenaran menurut perspektifnya sendiri-sendiri.
Apakah kita serahkan proses pemilihan
pemimpin kita kepada para guru-guru atau ulama-ulama yang mursyid? Atau
para pendeta, pastur, biksu, rahib, atau tokoh agama lainnya? Dan mereka
bersama-sama memilih calon pemimpin untuk negeri ini! Sehingga kita
tidak membiarkan kebodohan dan ketidaktahuan dengan alasan demokrasi
akan mengasilkan seorang pemimpin.
Banyak kelompok yang memanfaatkan
kebodohan dan ketidaktahuan masyarakat itu dengan berbagai teori
konspirasinya demi kepentingan dan maksud-maksud tertentu. Dan apakah
hal tersebut dipahami oleh para konsultan politik atau malah mereka
menjadi bagian dari teori konspirasi tersebut? Dan banyak lagi
pertanyaan yang menghinggapi benak dan pikiran saya saat ini, dan semua
itu harus dijawab dengan segenap kepintaran yang bukan berlandaskan akal
pikiran semata, namun harus disaring dengan terangnya cahaya hati atas
petunjuk dan ridho Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar