Kamis, 18 Juli 2013

Minta petunjuk survey atau petunjuk Tuhan?

Baik dan buruknya dampak dari kemampuan para pemimpin merupakan satu hal yang mau tidak mau kita harus terima, kadang jauh panggang dari api, dan terkadang melampauai standar harapan kita. Proses terpilihkan pemimpin dengan cara apapun adalah sebuah hal yang harus dipahami sebagai bagian proses perkembangan hidup dan kemajuan pengetahuan manusia. Namun adakah campur tangan Tuhan dalam proses terpilihnya seorang pemimpin, tentu semua yang terpilih maupun tidak terpilih jika mereka memiliki agama dan kepercayaan akan berdo’a dengan sungguh-sungguh agar harapannya tercapai. Diantara itulah godaan syaitan akan sangat nyata membuyarkan pemahaman dan pengetahuan manusia untuk memilih atau pun berharap menjadi pemimpin, sehingga sadar atau tidak sadar kita akan memilih dan dipilih berdasarkan nafsu dan keserakahan.
Mudah bagi Tuhan dalam memutarbalikan semua isi hati manusia, namun manusia diberikan kesempatan untuk belajar dari berbagai kejadian bagaimana proses pemilihan atau mendapatkan seorang pemimpin. Apakah sesungguhnya Tuhan sudah memberikan petunjuk dan garis dalam memilih dan menentukan seorang pemimpin dalam suatu kaum? Banyak ajaran, filsafah, literatur dari berbagai kajian disiplin ilmu dan keagamaan memberikan gambaran bagaimana cara dan proses menentukan seorang pemimpin. Tentunya semua itu akan dipengaruhi oleh dimensi waktu dan tempat serta perkembangan pengetahuan masyarakatnya. Kita tidak bisa menjastifikasi bahwa itu benar atau salah, namun kadang manusia sendiri yang menjastifikasi kebenaran dan kesalahan menurut teori dan pandangannya.
Sekarang apakah kita harus mengabaikan petunjuk Tuhan dalam memilih seorang pemimpin negara? Dan mendasari kebenaran dengan sebuah teori dari metodologi berpikir manusia dalam mencari kebenaran yaitu percaya pada petunjuk hasil elektabilitas? Jika sebuah kesalahan selalu dinamakan kebenaran secara berulang-ulang, maka masyarakat akan memahaminya menjadi sebuah kebenaran, padahal yang salah adalah salah dan yang benar adalah benar.
Saat ini banyak masyarakat seakan terpesona oleh kebenaran yang selalu didengungkan oleh hasil survey dan sebuah pendapat yang dipublikasikan yang seolah-olah itu adalah hasil akhir yang harus dipatuhi dan di-amini. Sungguh ironis, disinilah kepintaran dan kecerdasan serta kepandaian manusia diuji, apakah percaya pada hasil olah pikir manusia atau petunjuk Tuhan? Tentunya kita harus hati-hati dan jangan mudah percaya pada teori dan pemikiran manusia yang kadang menjerumuskan dan diselimuti hawa nafsu, sehingga mereka tidak melihat kesalahannya sendiri. Semut diseberang lautan jelas kelihatan tapi gajah dipelupuk mata tidak kelihatan.
Kemanakah para cendekia yang waro dan mursyid yang hatinya selalu dekat dengan Tuhan? Apakah mereka sudah tidak lagi peduli dengan serangkaian keserakahan manusia dan mereka berdiam diri? Apakah sekarang sudah terpisah antara ulama dengan umaro? Atau para ulama sudah dipengaruhi oleh umaro? Sehingga keilmuan dan kharisma-nya luntur dan meleleh karena keangkaramurkaan sekelompok orang yang menghalalkan segala macam cara untuk mendapatkan kedudukan dan jabatan.
Sesungguhnya kalian nanti akan sangat berambisi terhadap kepemimpinan, padahal kelak dihari kiamat, ia akan menjadi penyesalan (H.R. Bukhari).
Rasullullah bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah Radhiyallahu’anhu, ”Wahai Abdul Rahman bin samurah! Janganlah kamu meminta untuk menjadi pemimpin. Sesungguhnya jika kepemimpinan diberikan kepada kamu karena permintaan, maka kamu akan memikul tanggung jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan kepada kamu bukan karena permintaan, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Seorang rakyat yang memberikan hadiah kepada seorang pemimpin pasti mempunyai maksud tersembunyi, entah ingin mendekati atau mengambil hati. Oleh karena itu, hendaklah seorang pemimpin menolak pemberian hadiah dari rakyatnya. Rasulullah bersabda, ”Pemberian hadiah kepada pemimpin adalah pengkhianatan.” (Riwayat Thabrani).
Demikian pula dengan seorang calon pemimpin yang memberikan sesuatu kepada seseorang yang memiliki maksud tertentu, dengan cara-cara transaksional bahkan dengan lembut mengambil hatinya, berarti sudah memiliki pamrih dan tentunya melawan sunah Rosul. Kegalauan hati baik para calon pemimpin dan masyarakat dalam menentukan pilihannya akan sangat menjadi, yang akhirnya akan mencari jalannya sendiri dan kebenaran menurut perspektifnya sendiri-sendiri.
Apakah kita serahkan proses pemilihan pemimpin kita kepada para guru-guru atau ulama-ulama yang mursyid? Atau para pendeta, pastur, biksu, rahib, atau tokoh agama lainnya? Dan mereka bersama-sama memilih calon pemimpin untuk negeri ini! Sehingga kita tidak membiarkan kebodohan dan ketidaktahuan dengan alasan demokrasi akan mengasilkan seorang pemimpin.
Banyak kelompok yang memanfaatkan kebodohan dan ketidaktahuan masyarakat itu dengan berbagai teori konspirasinya demi kepentingan dan maksud-maksud tertentu. Dan apakah hal tersebut dipahami oleh para konsultan politik atau malah mereka menjadi bagian dari teori konspirasi tersebut? Dan banyak lagi pertanyaan yang menghinggapi benak dan pikiran saya saat ini, dan semua itu harus dijawab dengan segenap kepintaran yang bukan berlandaskan akal pikiran semata, namun harus disaring dengan terangnya cahaya hati atas petunjuk dan ridho Allah SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar